KRL
ekonomi Jabotabek berhenti di sebuah stasiun, sebagian penumpang
berhamburan keluar dari pintu-pintu KRL yang cukup lebar itu, termasuk
Muhammad Amar Al-Fatih, ia pun ikut turun di stasiun tersebut. Amar
melihat jam yang menempel di dinding, “Hmm…sudah jam setengah 8 malam.”
Gumamnya lirih. Terlihat wajahnya yang letih, maklumlah, perjalanan dari
stasiun UI yang memakan waktu sekitar 30 menit setelah sebelumnya dia
menghadiri suatu acara di kampusnya, belum lagi keadan di dalam kereta
yang cukup penuh dimana Amar harus berjuang agar dirinya bisa bertahan
untuk berdesak-desakan dan didorong maupun mendorong penumpang lain.
Amar terus berjalan, kemudian menyerahkan karcis kepada petugas karcis
yang menjaga di pintu keluar. “Lebih enak naik bis atau jalan ya…?”
sambil melangkahkan kakinya Amar berfikir sejenak, akhirnya Amar
memutuskan untuk berjalan, karena posisi rumahnya yang tidak begitu jauh
dari stasiun itu, kalau ditempuh dengan berjalan kaki kira-kira akan
memakan waktu sekitar 15-20 menit.
Amar terus menyusuri jalan-jalan di malam
hari. Sambil berjalan Amar melantunkan nasyid dengan lirih untuk menemani
perjalanan malamnya, kadang dia melantunkan nasyid bernuansa semangat yang bisa
membuatnya bersemangat, kadang juga dia melantunkan nasyid bernuansa sedih yang
kalau sudah begitu biasanya Amar akan larut dalam kesedihan dan dia pun tak
kuasa untuk membendung butir-butir bening yang keluar dari kedua bola matanya.
Jalan terlihat agak macet, karena di pinggir-pinggir jalan itu sedang dilakukan
perbaikan jalan. Amar menutup hidungnya dengan handuk kecil yang selalu
dibawanya untuk mencegah polusi masuk ke dalam hidungnya yang berasal dari asap
kendaraan bermotor, terkadang Amar juga mengedipkan matanya karena perih
setelah terkena asap kendaraan bermotor tersebut, dan Amar harus berjuang untuk
melewati jalan tersebut yang banyak asapnya dan suaranya yang cukup bising itu.
Amar terus berjalan agar bisa cepat sampai di rumahnya.
Amar pun memasuki jalan kecil, kira-kira 5 menit
lagi dia akan sampai di rumahnya. Amar terus berjalan, kemudian melewati SMA
yang pernah dijadikannya sebagai tempat untuk menuntut ilmu, SMA yang bernama
SMA Pelangi Ukhuwah. Seperti biasa, bila Amar melewati SMA-nya di malam hari
pasti Amar mengarahkan matanya ke Masjid yang terlihat dari jalan, Masjid itu
sering gelap dan sepi. Setiap melihat Masjid SMA-nya di malam hari, fikiran
Amar melayang-layang, dia mengingat saat SMA dahulu, Amar melihat ada perbedaan
di sana, di mana suasana Masjid SMA-nya di malam hari dahulu sering dijadikan
tempat beraktivitas bersama teman-teman Rohis SMA-nya, mulai dari buka puasa
Senin-Kamis bersama, belajar bersama, berdiskusi bersama, sampai menginap
bersama sehingga suasana Masjid menjadi lebih hidup, namun kini?…bagi Amar
semuanya terlihat berubah. Disaat Amar mengingat memorinya masa lalu, Amar
hanya bisa tersenyum sendiri, dan terkadang tanpa disadarinya butir-butir
bening keluar membasahi kedua pelupuk mata serta pipinya. Kadang untuk
menguatkan memorinya itu Amar sambil melantunkan nasyid yang menjadi kenangan
saat di Rohis SMA-nya dahulu.
Amar
terus berjalan…dan terus berjalan sambil menyeka air matanya. Sebentar lagi
Amar akan sampai di rumahnya, kemudian Amar akan sholat isya’, beristirahat
sejenak lalu makan malam. Menjelang malam larut biasanya Amar menulis artikel,
puisi, atau cerita yang ditemani oleh lantunan syair nasyid atau lantunan
instrumental yang bisa menyentuh hatinya dan menambah inspirasi di dalam
fikiran Amar yang akan membantu dan memudahkan Amar dalam menuangkan isi
hatinya ke dalam tulisan. Setelah dirasa matanya sudah tidak bisa diajak
kompromi lagi, Amar kemudian tidur, istirahat sejenak yang kemudian esok
harinya Amar akan menjalankan aktivitas kesehariannya kembali…”Ahh…hari-hari yang
melelahkan, tapi ini harus dihadapi dengan cara tetap menjalankan dan menikmati
hidup ini…” gumamnya menjelang merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya.
Amar membaluti tubuhnya dengan selimut agar tubuhnya merasa hangat karena udara
yang cukup dingin setelah tadi daerahnya diguyur oleh hujan.
* * *
Amar
melangkahkan kakinya menuju sebuah tempat yang berjarak sekitar 300 meter dari
posisi rumahnya. Sebuah tempat yang menyimpan begitu banyak memori, sebuah
tempat yang di sanalah dia mendapatkan hidayah serta mengenal keagungan Islam,
sebuah tempat yang berawal dari sanalah
kehidupannya begitu berubah. Amar terus berjalan di bawah terik matahari menuju
tempat yang selama ini sangat jarang dikunjunginya semenjak dia menancapkan
kakinya di kampus, bukan karena tidak mau dan tidak peduli, tapi karena
aktivitas di kampus dan di lingkungan rumahnya yang membuat Amar tidak sempat
untuk menengok dan mengunjungi tempat itu. Kini Amar begitu rindu dengan tempat
itu. Amar teringat dengan memori-memori yang dibangunnya bersama-sama
teman-teman Rohisnya dahulu. Amar tidak bisa melupakannya…Rohis SMA Pelangi
Ukhuwah…yang memberikan kepadanya pelangi kehidupan.
Amar kini sudah berada di depan pintu gerbang
SMA Pelangi Ukhuwah, jantungnya berdebar-debar, hampir saja dia mengurungkan
niatnya untuk masuk ke SMA itu dan menuju ke Masjidnya karena dia kini tidak
begitu kenal dengan adik-adiknya di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, hanya beberapa
orang saja, lagi pula dia tidak tahu apa yang akan dilakukannya di sana? Tapi
niat Amar untuk menuju ke sana
sudah bulat, “Kalau tidak dimulai dari sekarang, bagaimana mau kenal dengan
pengurus Rohis? dan juga bagaimana bisa tahu dengan kondisi Rohis di SMA
Pelangi Ukhuwah sekarang?” begitulah apa yang difikirkannya kini. Dengan
mantap, Amar terus melangkahkan kakinya menuju Masjid SMA Pelangi Ukhuwah.
Suasana di dalam Masjid tidak ramai, hanya beberapa orang saja yang masih
berada di sana.
Amar lalu menyapa dan memberi salam kepada orang-orang yang berada di dalam
Masjid itu, kemudian Amar ikut nimbrung dengan mereka agar bisa kenal dengan
adik-adiknya di Rohis.
Suasana
kini sepi, semuanya sudah pulang. Tinggallah Amar sendiri. Amar kemudian
menatap ruangan Masjid itu. Ada
haru dalam rindu, ada kenangan dalam ingatan. Fikirannya menerawang, Amar
seolah melihat sekelumpulan siswa berseragam abu-abu dan putih yang berada di
dalam maupun di luar Masjid, suasana begitu ramai, ada yang sedang berdiskusi,
ada yang sedang membaca Al-Quran, ada yang sedang melakukan rapat-rapat kecil
di dekat hijab, ada yang sedang membaca buku, ada yang sedang tidur-tiduran,
dan ada juga yang sedang bercanda-canda ria. Di sana ada Amar yang masih menggunakan seragam
SMA bersama teman-teman Rohisnya seperti Yudi, Rizki, Fauzi, Yasin, Kamaludin,
Wawan, Hasan, Fikri, Ikhwan, dan sebagainya. Amar pun seolah melihat hijab
bergoyang dan ada suara seorang wanita yang berada di balik hijab tersebut yang
suara itu seperti suara Aisyah, wanita yang pernah menjadi partnernya di Bidang
I kepengurusan Rohis angkatannya, kemudian suara wanita itu ditanggapi oleh
salah seorang laki-laki yang Amar pun mengenali laki-laki tersebut, laki-laki
itu adalah Fauzi, mereka pun membicarakan permasalahan di sub-bidang yang
mereka tangani.
Amar
kemudian tersadar dari lamunannya.
“Ah…ternyata
itu tadi hanya bayangan saja…” ungkap Amar disertai dengan senyumnya yang
mengembang kecil. Amar begitu rindu dengan teman-teman Rohis angkatannya,
rasanya Amar ingin kembali ke masa itu, Amar masih ingin bercengkrama dengan
teman-teman Rohisnya, karena dari situlah Amar mulai mengenal Islam secara
luas, mulai mengenal akan arti persahabatan yang sesungguhnya, mulai mengenal
ukhuwah Islamiyah, dan…mulai mengenal yang selama itu belum diketahuinya. Tapi
Amar sadar bahwa dia tidak akan mungkin untuk kembali ke masa itu. Amar masih
memandangi seluruh ruangan Masjid SMA Pelangi Ukhuwah, Amar masih begitu rindu,
sepertinya Amar belum mau untuk meninggalkan ruangan Masjid itu, namun hari
kian sore dan Amar pun masih harus melakukan aktivitas kesehariannya.
Setelah
melaksanakan sholat Ashar. Amar meninggalkan ruangan Masjid SMA Pelangi
Ukhuwah. Hembusan angin sepoi-sepoi yang menggerakkan dedaunan di sekitar
Masjid itu membawa kesejukan. Amar melangkahkan kakinya untuk meninggalkan
Masjid, kemudian langkah kaki Amar terhenti, dia melihat tempat parkir yang
terletak di dekat Masjid yang sebelumnya adalah sebuah taman dengan sebuah
kolam ikan, sebuah taman yang sering dijadikan tempat oleh Amar untuk
bertafakkur, merenung, maupun mencari inspirasi. Amar melanjutkan kembali
langkah kakinya dengan ditemani oleh semilir angin yang membelai lembut
tubuhnya. Rambut dan pakaiannya pun menari-nari dibelai hembusan angin itu.
Amar merasakan kesejukan, sesejuk suasana hatinya saat itu.
* * *
“Zal,
kok sekarang yang ikut Rohis sedikit sih? tanya Amar kepada Rizal yang
merupakan mantan pengurus Rohis dan kini telah duduk di kelas 3.
“Ya,
begitu lah Kak.” Jawab Rizal singkat.
“Waktu
zaman Kakak yang ikut Rohis hari sabtu banyak, kalau dikumpulin bisa sampai
pakai 3-4 kelas. Ada
kelas 1 sama kelas 2. Pengurus Rohis juga disuruh ikut dengerin materi sama
alumni”
“Zaman
kakak sama zaman sekarang kan
beda.”
“Iya,
tadi kakak lihat acara Rohis di kelas, yang datang cuma sedikit.” Kata Amar menegaskan.
“Kalau
sekarang yang ikut ekskur Rohis cuma kelas 1, kelas 2 nggak ikut.” Kata Rizal
“O…
udah berubah ya, maklum udah lama gak ke sini, jadinya gak tahu. Ucap Amar
“Memang
keadaannya sekarang begini.” Ungkap
Rizal.
“Kok
bisa begitu sih Zal, tolong dong ceritain! Kakak udah lama nih gak tahu keadaan
Rohis di sini” kali ini Amar bertanya
sambil meminta.
“Begini
Kak ceritanya.” Rizal kemudian berfikir
sejenak untuk bisa merangkai kata-katanya, sedangkan Amar terlihat serius untuk
mendengarkan apa yang akan diceritakan Rizal mengenai keadaan Rohis SMA Pelangi
Ukhuwah kini.
“Hmm…begini
Kak, soalnya pengurusnya juga begitu sih Bang.”
“Begitu
gimana maksud kamu Zal?” tanya Amar bingung.
“Ya,
pengurusnya suka kabur-kaburan.” Jawab
Rizal.
“Kabur-kaburan,
maksudnya apa sih Zal, kok kakak jadi tambah bingung nih.”
“Jangan
bingung-bingung Kak.”
“Kamu
sih bikin kakak bingung, cerita yang jelas dong Zal, biar kakak ngerti!”
“Maksud
aku begini Kak, pengurus Rohis yang sering ke Masjid tuh cuma sedikit, dan
orangnya itu-itu juga, sedangkan yang lain aku nggak tahu kemana rimbanya.
Contohnya, tadi sebelum acara Rohis dimulai hanya ada beberapa pengurus yang
ada di Masjid, itu juga nggak selalu ada
di Masjid, kadang-kadang mereka keluar. Waktu dulu sih masih banyak yang aktif,
tapi lama-kelamaan cuma tinggal sedikit yang benar-benar aktif di Rohis”
“Iya
Zal, kakak tadi juga lihat itu.” Potong
Amar.
“Lihat apa Kak?” tanya Rizal.
“Seperti
yang kamu bilang tadi kalau yang ada di Masjid pengurusnya cuma sedikit,
jumlahnya bisa dihitung sama jari tangan.”
Ujar Amar sambil menunjukkan jari tangannya.
“Maka
dari itu Kak, itulah masalahnya.” Kata
Rizal.
“Terus
Zal, nggak ada yang menjaga anggota Rohis, mereka seperti dibiarkan menunggu. Ada sebagian anggota Rohis
yang akhirnya pulang karena melihat nggak ada pengurus di dalam Masjid.
Alhamdulillah tadi ada Bang Yasin yang mengkoordinir anak-anak Rohis supaya
bisa ikut dengerin materi” Ujar Amar
lagi.
“Ya,
begitulah Kak keadaannya sekarang. Maka dari itu, Kakak harus sering-sering ke
sini biar tahu keadaan di Rohis!” ungkap
Rizal.
“Eh
Kak…” kata Rizal lagi.
“Kakak
tau gak?”
“Tau
apaan Zal?” Sambut Amar
“Gak
sedikit lho Kak pengurus Rohis yang menjalin cinta”
“Lho,
cinta itu kan fitrah, jadi wajar dong kalau
menjalin cinta, kan
kita memang dianjurkan menjalin cinta sama siapa aja Zal.” Ungap Amar
“Maksudnya
bukan itu Kak, kalau itu sih aku tau”.
“Maksudnya
apa dong…”
“Maksudnya
pacaran Kak…”
“Pacaran???
Kok bisa ya? Zaman Kakak dulu kalau ada pengurus Rohis yang pacaran langsung
disidang sama Alumni Zal.”
“Kayak
pengadilan aja Kak.”
“Ya
iya lah, kan
supaya virusnya gak menyebar, jadi harus cepat-cepat diburu.”
“O…
gitu ya Kak. O iya Kak.”
“Apa
Zal?”
“Kak
Amar mau lihat keadaan pengurus?”
“Mau
Zal, memangnya gimana Zal?”
“Nggak
gimana-gimana sih, biar Kakak tahu aja...”
“Hmm…kakak
sih sudah tahu sedikit informasi tentang keadaan pengurus, tapi nggak ada salahnya kalau melihat
langsung.” Selama ini Amar memang sering
mendapat informasi tentang keadaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah dari teman-teman
alumni Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, khususnya dari teman seangkatannya yang masih
sering ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah.
“Keadaan anak-anak Rohis sekarang
beda lho Kak sama cerita-cerita yang pernah aku denger dari kakak-kakak alumni
tentang keadaan pengurus Rohis waktu dulu”
“Beda apanya Zal?”
“Kakak
lihat sendiri aja deh, pasti ada bedanya!”
“Kata
kamu tadi zaman dulu sama zaman sekarang beda, iya kan?”
“Iya
sih… tapi kan…”
Rizal pun urung meneruskan kata-katanya.
“Sekarang
pengurusnya pada kemana?”
“Lagi
rapat di kelas Kak, sebentar lagi juga selesai.”
“Kalau
begitu akan kakak tunggu.”
“Terus
Kak, kalu mau lebih jelas tentang keadaan pengurus Rohis lebih baik Kak Amar
ngobrol-ngobrol deh sama pengurus, di situ kan Kak Amar bisa langsung tahu keadaan pengurus
dan juga Rohis!” Amar mengangguk
menanggapi saran dari Rizal.
Setelah
agak lama menunggu, akhirnya pengurus Rohis pun menyelesaikan rapatnya. Amar
memperhatikan perilaku para pengurus Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, dia perhatikan
gerak-gerik mereka. Amar kemudian berbincang-bincang dengan salah satu pengurus
Rohis, digalinya informasi-informasi yang keluar dari mulut salah satu pengurus
Rohis itu, dari mulai keadaan Rohis di sini, sampai masalah yang terjadi pada
pengurus. Tak puas dengan informasi dari salah seoang pengurus SMA Pelangi
Ukhueah, Amar kemudian mencari lagi informasi kepada pengurus Rohis yang
lainnya. Amar sepertinya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, kesempatan
ini digunakannya selain untuk memperoleh dan menggali informasi juga agar lebih
dekat dengan pengurus Rohis SMA Pelangi Ukhuwah secara langsung. Amar terus
menggali informasi hingga azan asar berkumandang dari microfon yang keluar dari
Masjid SMA Pelangi Ukhuwah.
* * *
Sekitar
pukul 14.40 WIB, Amar melangkahkan kakinya menuju sebuah taman yang terletak di
samping danau UI. Setelah melakukan aktivitas kuliahnya dari pagi, Amar merasa
perlu untuk menenangkan fikirannya serta merenggangkan otot-ototnya agar tidak
kaku. Amar terus berjalan, kemudian dia menuju ke tempat duduk yang terbuat
dari beton tepat di timur danau UI. Amar kemudian duduk sambil menaruh tas di
sampingnya. Amar sering pergi ke tempat itu sekedar untuk beristirahat ataupun
bertafakkur, kadang juga dia mencari inspirasi untuk bahan tulisannya. Suasana
agak ramai, karena banyak mahasiswa yang berada di sekitar sana maupun yang ingin menuju Masjid UI yang
letaknya berada di utara danau. Teriknya matahari seakan tak terasa karena
terhalang oleh dedaunan yang rindang, yang dirasakan oleh Amar tak lain
hanyalah rasa sejuk yang didapatinya dari angin yang berhembus dengan lembut,
ditambah suara dedaunan yang saling bergesekan karena sentuhan angin yang
lembut.
Amar
kemudian termenung, dia kembali mengingat tentang keadaan Rohis SMA Pelangi
Ukhuwah kini. Setelah sekian lama Amar ke SMA Pelangi Ukhuwah untuk melihat
keadaan Rohis di sana selain membuat Amar bahagia karena bisa kembali melihat
dan menjenguk Rohis yang selama ini ditinggalkannya, di satu sisi hati Amar
sedih, Amar tidak menyangka kalau keadaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah begitu
berbeda. Keadaan anggota Rohis yang mengikuti kajian hari Sabtu kini jumlahnya
berkurang, belum lagi keadaan pengurus Rohis yang kurang menunjukkan sikap yang
Islami. Pengaruh anak-anak Rohis berkurang, suasana ruhiyah serta ukhuwah yang
dahulu begitu terasa kini sedikit demi sedikit mulai berkurang. Kalau dulu,
setiap bertemu pasti berjabatan tangan sambil mengucapkan salam. Bahkan
orang-orang yang duduk di depan Masjid juga diajak berjabat tangan dan diberi
salam … Kalau kita berjabat tangan dengan
saudara kita maka dosa-dosa kita dengan saudara kita akan hilang, kita pun bisa
saling mengenal dengan orang lain yang sebelumnya tidak kita kenal…
Begitulah yang pernah diajarkan oleh kakak-kakak kelas maupun kakak alumni
Rohis dahulu, itu pula yang membuat anak-anak Rohis selalu berjabatan tangan
sambil mengucapkan salam kalau bertemu. Amar merasa kehilangan dengan Rohisnya,
bukan hanya Amar saja yang merasa kehilangan, bahkan alumni yang lain hingga
guru-guru pun ikut merasakannya. Kini tidak banyak yang bisa dibanggakan dari
Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, tidak seperti dahulu, di mana pihak sekolah pernah
membanggakan Rohis karena kualitasnya. Tapi bagaimanapun juga Amar merasa
bangga dengan anak-anak Rohis yang tetap mau aktif di Rohis walaupun banyak
godaan dan halangan yang mereka alami.
Amar
mamandangi air yang bergerak-gerak di danau itu, air yang terlihat agak keruh
dan penuh, kemudian dia teringat akan masa-masa indah di Rohis SMA Pelangi
Ukhuwah dahulu, dimana pada awalnya dia tidak mempunyai niat untuk masuk Rohis,
namun atas desakan teman sebangkunyalah akhirnya Amar masuk Rohis. Amar selalu
mengikuti kegiatan-kegiatan di Rohis, suasananya yang ramai, ceria, indah,
serius namun terlihat santai dan tidak monoton, ada persaudaraan yang begitu
kuat, sikap dari kakak-kakak kelas maupun alumni Rohis yang baik, bimbingan dan
perhatian dari kakak-kakak kelas, alumni, bahkan guru pembina yang tak kenal
lelah memperhatikan anggota Rohis, Amar begitu sangat senang berada di Rohis.
Amar pun tak menyangka kalau berawal dari situlah Hidayah Allah menyentuh
hatinya. Pola pandang serta perilaku Amar berubah menjadi lebih baik setelah
bersentuhan dengan Hidayah Allah.
Amar
pun teringat bagaimana dahulu dia bersama teman-teman di Rohis sering diajak
menginap untuk mengikuti kajian dan sholat malam di Masjid-masjid pada malam
minggu oleh kakak kelas maupun alumni. Lalu acara konser nasyid yang sering
diadakan di Kampus UI, yang dengan itu Amar dan teman-temannya mulai mengenal
dan menyukai nasyid, Amar dan teman-temannya pun akhirnya membuat grup nasyid
Rohis dan sering tampil kalau ada acara-acara Rohis, seperti Pengajian Bulanan
atau acara Rohis lainnya, bahkan sesekali dipanggil untuk tampil dalam acara-acara
Hari Besar Islam oleh Remaja-remaja Masjid di sekitar SMA Pelangi Ukhuwah . Belum lagi acara rihlah dan dauroh ke daerah
pegunungan, di sana Amar dan teman-teman Rohisnya yang dipandu oleh kakak-kakak
alumni melakukan tea walk, menyusuri jalan-jalan di tengah tumbuhan teh menuju
ke puncak, dan sesampainya di puncak bisa melihat indahnya ciptaan Allah SWT,
Amar bersama teman-teman Rohisnya bisa mengetahui begitu indah dan besarnya
ciptaan Allah, sarana itu dijadikan untuk bisa bertafakkur maupun muhasabah,
apalagi kalau berada di puncak gunung dan melihat pemandangan sekitar,
kakak-kakak alumni Rohis di sana memberikan nasihat tentang keagungan ciptaan
Allah dan betapa kecilnya manusia di hadapan Allah, terkadang Amar dan
teman-teman Rohisnya merasakan kekerdilan di sana, sifat sombong dan angkuh
seketika hilang, tidak sedikit yang hatinya bergetar saat mendengarkan nasihat
dari kakak-kakak alumni sambil melihat pemandangan di sekitar, bahkan tidak
sedikit pula yang mencucurkan air matanya. Selain itu, Amar dan teman-temannya
pun tahu kalau acara rihlah dan tea walk ini bisa meningkatkan semangat. Amar
pun masih ingat kalau tidak sedikit teman-temannya bahkan Amar sendiri dahulu
memiliki semangat yang kurang, bahkan ada yang sedikit manja, namun setelah
sering diadakannya menginap ke Masjid-masjid, rihlah, dauroh maupun tea walk
akhirnya sedikit demi sedikit sifat negatif tersebut berkurang, sikap
kekanak-kanakan dan manja pun sedikit demi sedikit tergantikan oleh sikap yang
dewasa. Penempaan yang dialami oleh Amar dan teman-teman Rohisnya memberikan
hikmah bagi perkembangan emosi serta spiritual…”Ah, andaikan acara itu bisa
sering diadakan lagi di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah…” gumam Amar dalam hati.
Masih
banyak lagi yang Amar fikirkan. Fikiran Amar terus menerawang, mengingat waktu
dia menjadi pengurus Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Amar benar-benar tidak
menyangka sebelumnya kalau akhirnya dia menjadi salah satu pengurus di sana
karena awal Amar masuk ke Rohis hanya memenuhi ajakan teman sebangkunya dan
tidak pernah terfikirkan untuk menjadi pengurus Rohis, beberapa alumni
mengatakan kalau menjadi pengurus Rohis itu salah satu perbuatan mulia, karena
dari sarana itulah kita bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain
yang membutuhkan ketenangan jiwa maupun uluran tangan dari sesama, dan yang
paling penting kita bisa memiliki hati dan pikiran yang tenang dengan mendapat
bimbingan dari Allah. Apa yang dikatakan oleh beberapa alumni itu membuat
semangat Amar dan teman-temannya. Teringat pula saat-saat bersama merumuskan
sebuah kegiatan Rohis, dimana dibentuk suatu kepanitiaan. Kepanitiaan yang
cukup menyita waktu, tenaga, maupun harta, namun itu dilakukan dengan senang
walaupun melelahkan, itu semua karena bimbingan dari alumni maupun semangat dan
rasa ukhuwah serta merasa memiliki tanggung jawab di Rohis. Kata-kata yang
dikeluarkan menjadi doa-doa harian. Saling nasihat-menasihati, saling membantu,
dan saling curhat antar sesama pengurus sudah menjadi pemandangan yang biasa.
Segala cobaan yang pernah dialami tidak membuat persaudaraan menjadi terputus,
serta semangat yang kendur, bahkan semakin kuat. Ada banyak episode yang mewarnai… Canda dan
tawa, keseriusan, suka dan duka, keceriaan, bahkan tangisan selalu hadir silih
berganti menghiasi hari-hari di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Acara menginap
bersama yang dilakukan hampir setiap malam minggu di Masjid SMA Pelangi
Ukhuwah, di sana
Amar dan teman-temannya bisa lebih saling mengenal satu sama lainnya, kemudian
pada pagi harinya melakukan olahraga seperti bermain bulu tangkis maupun sepak
bola. Amar dan teman-temannya merasa bahwa Rohis SMA Pelangi Ukhuwah adalah
rumah kedua dan keluarga kedua, setiap ingin masuk sekolah biasanya Amar dan
teman-teman Rohisnya berkumpul di Masjid SMA Pelangi Ukhuwah, saat istirahat
pun suasana Masjid dipenuhi oleh aktivitas siswa yang melaksanakan sholat
Dhuha, tilawah, maupun yang hanya sekedar mengobrol-ngobrol, saat pulang pun
Amar dan teman-teman Rohisnya tak mau meninggalkan Masjid sekolah, mereka
melaksanakan sholat zuhur bersama, kemudian melakukan aktivitas lainnya di
Masjid itu, terkadang hingga asar, Amar dan teman-teman Rohisnya sering
melantunkan nasyid bersama untuk meningkatkan semangat atau sekedar berhibur.
Rasanya ingin selalu bersama di Rohis, tidak ingin berpisah, bahkan ada salah
seorang pengurus yang berkata, ”Kita nggak usah pulang yuk, nginap di sini
aja…” . Persahabatan dan persaudaraan
yang dibangun dengan ketakwaan kepada Allah akan membawa manfaat kebaikan di
dunia dan di akhirat, dan kita akan masuk ke dalam 1 dari 7 golongan yang
mendapat lindungan Allah kelak di hari kiamat. Begitulah nasihat dari
kakak-kakak alumni yang selalu diingat oleh Amar dan teman-teman di Rohisnya. Kalau
ada hari libur, selain senang juga ada rasa sedih, karena kalau hari libur maka
tidak bisa bertemu dengan teman-teman di Rohis, apalagi kalau liburnya lama,
maka dari itu ada gagasan untuk mengadakan rihlah atau pun dauroh agar tetap
bisa bertemu. Di sana
Amar benar-benar merasakan suasana yang hidup di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah,
sebelumnya Amar belum pernah merasakan kebahagiaan seperti apa yang
dirasakannya saat di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Amar terus mengingat masa-masa
saat dia menjadi pengurus. Amar kemudian mengingat ketika dia selain jadi
pengurus Rohis juga menjadi pengurus OSIS, masih ingat di fikirannya waktu itu
ada seorang alumni yang melarang keras untuk menjadi pengurus OSIS dengan
alasan kalau nanti Amar menjadi pengurus OSIS akan meninggalkan Rohis dan
terpengaruh dengan perilaku pengurus OSIS lainnya, namun Amar tetap berpegang
teguh selain menjadi pengurus Rohis juga ingin menjadi pengurus OSIS. Hari-hari
di OSIS pun dilaluinya, di kepengurusan OSIS selain Amar juga ada teman-teman
Rohisnya, seperti Handi, Supri, Syahril,
dan Rina, walaupun hanya sedikit pengurus Rohis yang menjadi pengurus OSIS dan
tidak memegang jabatan penting seperti Ketua dan Sekjen tapi suara-suara anak
Rohis tidak hilang, Amar dan teman-teman Rohisnya yang menjadi pengurus OSIS
bersyukur karena bisa ikut berperan dan mewarnai di OSIS. Amar ingat bagaimana
kegiatan-kegiatan OSIS tidak ada yang
bersifat hura-hura, pada waktu acara LDK OSIS tidak ada acara yang menakutkan
bagi calon pengurus OSIS, acara dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada kesan
yang negatif, bahkan di acara LDK OSIS diadakan muhasabah dengan iringan
nasyid…”Alhamdulillah Ya Allah atas bantuan-Mu…” batin Amar berkata. Amar
benar-benar senang karena juga bisa menjalin silaturrahim dan persahabatan
dengan pengurus OSIS lainnya yang bukan pengurus Rohis.
Fikiran
Amar pun beralih saat dia dan teman-teman Rohisnya ingin meninggalkan SMA
Pelangi Ukhuwah karena sebentar lagi akan lulus, suasana sedih terlihat, bahkan
diadakan sebuah acara yang isinya mengungkapkan segala rasa dan isi hati
sebelum meninggalkan SMA Pelangi Ukhuwah, saling memaafkan atas segala
kesalahan yang diperbuat selama bersama-sama di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah.
Bahkan setelah lulus pun hubungan dengan teman-teman Rohisnya tidak putus
begitu saja, Amar dan teman-teman Rohisnya masih sering mengadakan acara
silaturrahim maupun rihlah. Amar benar-benar bersyukur kepada Allah atas nikmat
yang diberikan-Nya selama menjadi pengurus Rohis maupun OSIS.
Setelah
lulus, Amar tidak tahu mengenai perkembangan dan keadaan di Rohis maupun OSIS
SMA Pelangi Ukhuwah, khususnya di Rohis yang telah menghantarkan Hidayah Ilahi
ke hatinya, yang diketahuinya hanya sekedar cerita dari alumni maupun teman
seangkatannya yang sering mengunjungi Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Amar
benar-benar tidak tahu pasti mengenai keadaan di rohis SMA Pelangi Ukhuwah,
karena dia pun sangat jarang sekali ke sana,
sesekali dia ke sana
itu pun saat acara Ramadhan, selain itu Amar jarang sekali mendaratkan kakinya
ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah.
“Allahu
Akabar Allahu Akbar…”
Azan asar berkumandang dari Masjid Ukhuwah
Islamiyah (UI). Amar kemudian tersadar dari lamunannya. Hembusan angin masih
membelai lembut, air di danau pun masih beriak-riak, seolah masih ingin
memberikan ketenangan dan kedamaian di sekitar. Matahari perlahan-lahan mulai
mengurangi pancaran sinar panasnya, suasana sekitar masih agak ramai, banyak
mahasiswa yang berjalan menuju Masjid untuk menunaikan sholat asar. Amar
kemudian mengambil tasnya lalu berdiri dan melangkahkan kakinya menuju Masjid
Ulhuwah Islamiyah yang terletak di sebelah utara danau UI, tepat di tepi danau.
Amar kemudian masuk ke ruang tempat wudhu Laki-laki yang posisinya berada di
sebelah kanan beberapa meter dari pintu gerbang, dibasuhnya tubuh Amar dengan
air wudhu yang segar, setelah itu Amar menuju Masjid yang terasa sejuk, luas,
nyaman dan damai. Gerakan panuh makna yang syahdu menghiasi Masjid itu,
semuanya menuju ke satu tempat…arah kiblat.
* *
*
Amar
berdiri di teras atas rumahnya. Dia memandangi langit malam yang begitu cerahnya.
Awan-awan terlihat enggan untuk menampakkan diri, yang ada hanya sedikit.
Begitu juga sang rembulan yang tersipu malu. Di langit begitu banyak bintang
yang bertaburan menghiasi langit malam. Ada
banyak gugusan bintang di sana,
seperti rasi pari, rasi waluku, rasi scorpio, rasi biduk, maupun rasi bintang
lainnya, semua bagaikan lampu bagi langit malam yang gelap. Angin malam pun
berhembus dengan pelan, suasana tenang, tidak ada suasana yang terdengar
berisik karena hari menjalang tengah malam.
Amar terus memandangi bintang-bintang di
langit, cahayanya yang berbeda-beda terangnya, ada yang terlihat sangat terang,
ada juga yang terlihat redup maupun biasa saja. Ukurannya pun berbeda-beda, ada
yang terlihat agak besar, ada pula yang terlihat agak kecil, semuanya
memberikan hiasan tersendiri bagi keindahan langit malam. Hati Amar terasa
tenang. Lama sekali Amar memandangi bintang-bintang. Kemudian seolah-olah Amar
melihat senyuman manis wajah-wajah teman-teman Rohisnya dulu diantara sinaran
bebintang. Senyuman itu akhirnya berganti dengan kesedihan yang seolah mengisyaratkan
mengajak Amar untuk kembali bersama mempertahankan suasana keindahan di Rohis
SMA Pelangi Ukhuwah yang saat ini terasa berkurang. Bibir Amar mengembang
kecil, kemudian hati Amar pun bergetar dan sedih, dia tak kuasa pula membendung
air matanya yang ingin keluar, dia ingin melakukan dan menyambut ajakan itu.
Hati Amar memang sudah mantap untuk kembali berbuat banyak demi keindahan
suasana di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah agar keindahannya bisa dirasakan juga oleh
seluruh siswa SMA Pelangi Ukhuwah yang bukan anak Rohis.
Ingatan Amar pun kembali menuju ke Rohis SMA
Pelangi Ukhuwah. Amar ingat saat berbincang-bincang dengan teman seangkatannya
di Rohis yang bernama Rizki, saat itu Amar dan Rizki duduk di pagar berwarna
hijau setinggi 50 cm yang melingkari taman di sebelah rumah Rizki. Di sana Amar
dan Rizki membicarakan keadaan Rohis, mereka pun sepakat kalau keadaan di Rohis
kini tidak bisa dibebankan begitu saja kepada pengurus Rohis, karena alumni
juga ikut ambil bagian atas keadaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah kini dengan hanya
sedikitnya alumni yang sering hadir memberikan bimbingan dan arahan kepada
Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, apalagi membinanya dalam mentoring. Amar pun merasa
bersalah karena dia selama ini meninggalkan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah yang
telah membesarkannya.
Amar
dan Rizki sepakat permasalahan di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah ini adalah masalah
pembinaan, dimana proses pembinaan kurang berjalan lancar. Amar dan Rizki
kemudian sepakat untuk terus membina anak Rohis yang ditanganinya dengan
menggiatkan kelompok mentoring, juga mengajak teman-temannya di alumni yang
mempunyai kelompok mentoring di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, kemudian membuat
acara-acara bersama yang bisa membangkitkan semangat serta ukhuwah diantara
anggota Rohis khususnya pengurus Rohis, seperti menginap bersama, rihlah ke
gunung atau ke tempat lain, acara-acara daurah, atau acara lainnya.
Amar
pun teringat bagaimana suasana di Masjid
sekolah kini berubah, kehidupan di Masjid tidak seramai dan seindah
dulu, seringkali Amar pergi ke Masjid SMA Pelangi Ukhuwah keadaan di sana
terlihat agak sepi, bahkan pernah dia ke sana tapi di sana kosong, suasana
sedikitnya aktivitas di Masjid sekarang seolah sudah menjadi pemandangan
sehari-hari, hanya sedikit siswa SMA Pelangi Ukhuwah yang menuju ke Masjid SMA,
padahal dahulu Amar ingat kalau suasana di Masjid sekolah begitu ramai. Kalau
datang istirahat, banyak siswa-siswa yang Rohis maupun yang bukan anak Rohis
berbondong-bondong ke Masjid untuk melaksanakan sholat dhuha, bahkan karena
banyaknya yang ingin melaksanakan sholat dhuha sampai-sampai tidak ada lagi
ruangan untuk melaksanakan sholat dhuha dan harus menunggu yang di dalam
selesai untuk bergantian. Begitu pun saat sholat zuhur. Aktivitas di Masjid pun
masih ada walaupun jam sekolah sudah usai, biasanya banyak yang ingin istirahat
sejenak, ada yang sedang membaca Al-Quran, ada yang sedang melaksanakan rapat,
ada juga yang sedang berdiskusi ataupun sekedar mengobrol. Amar benar-benar
merasakan Masjid sekolah pada waktu itu benar-benar hidup.
Amar kemudian tersenyum, dia teringat pula
bagaimana cukup banyak siswa yang mengenakan jilbab, pernah alumni mengatakan
bahwa masyarakat sekitar menyebut kalau SMA Pelangi Ukhuwah adalah sebuah
Pesantern karena banyaknya kegiatan keagamaan maupun banyaknya siswi yang
mengenakan jilbab.
Amar
kemudian menghilangkan lamunannya, matanya sudah tidak bisa diajak untuk
kompromi lagi. Amar kemudian masuk ke dalam menuju kamarnya untuk melepas lelah
di atas tempat tidurnya yang cukup empuk. Amar kemudian mematikan lampu
kamarnya lalu menutup kedua bola matanya.
* * *
“Yud, aku merasa sepertinya keadaan di Rohis SMA Pelangi
Ukhuwah begitu berbeda, banyak berubah.”
Ungkap Amar mengawali pembicaraan.
“Hmm…seperti apa yang
aku rasakan.” Balas Yudi.
“Merasakan apa maksud
kamu Yud?” tanya Amar.
“Ya merasakan apa
yang kamu katakan tadi…” jawab Yudi.
“Ooo…”
“Eh Yud…”
“Hmm…”
“Kamu kan tahu kalau aku
sudah lama nggak ke SMA Pelangi Ukhuwah semenjak aku tancapkan kaki di kampus,
dan waktu aku ke SMA Pelangi Ukhuwah untuk melihat keadaan di sana rasanya ada
banyak sesuatu yang hilang dari Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, banyak yang berubah,
tidak seperti dulu lagi. Ya, mungkin karena zaman sudah berubah kali ya. Maka
dari itu, waktu Bang Arman menawarkan aku untuk kembali ke SMA Pelangi Ukhuwah,
tawaran itu aku sambut dan aku terima, lagi pula aku ingin back to basic alias
kembali lagi ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, aku ingin bisa berbuat banyak untuk
Rohis kita tercinta.
“Aku juga begitu Mar.
Bukannya niat kita untuk kembali ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah agar kita bisa
berbuat yang terbaik untuk Rohis kita tercinta?”
Amar kemudian
menganggukkan kepalanya, kemudian berkata,
“Menurut Aku nih Yud,
permasalahan yang menyebabkan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah menjadi begini adalah
masalah pembinaan.”
“Iya Aku setuju, Aku
juga lihat itu, padahal sebenarnya anak-anak Rohis itu punya potensi, coba
kalau dibina dengan baik, pasti akan lebih baik lagi.” Yudi pun setuju dengan pendapat Amar.
“Yud…”
“Hmm…”
“Kalau lihat orang yang
punya potensi Aku suka berfikir dan membayangkan kalau dia dibina dengan baik
lalu dapat hidayah dan kemudian jadi orang yang sholeh pasti potensi yang ada
pada dirinya bisa digunakan untuk kemaslahatan ummat…” ungkap Amar.
“Benar Mar, Aku setuju
dan Aku pun pernah berfikir seperti kamu.”
Yudi pun kembali memberikan tanggapannya.
“Coba Yud kita lihat
beberapa sahabat Rosulullah. Kita ambil contoh Umar bin Khotthob, dia punya
begitu banyak potensi, waktu dia masih jahiliyah dan belum mendapat hidayah,
potensi yang dimilikinya digunakan untuk melawan Islam, tetapi setelah mendapat
hidayah dan dididik secara benar akhirnya potensi itu digunakan untuk
kemaslahatan ummat dan Islam. Belum lagi sahabat seperti Mush’ab bin Umair sang
duta Islam pertama yang mempunyai fikiran brilian. Bilal bin Rabah sang muazin
yang suaranya membuat hati tersentuh saat dia mengumandangkan azan. Kholid bin
Walid yang dulunya pemimpin kaum kafir dalam perang Uhud kemudian
masuk Islam dan menjadi panglima perang kaum muslimin dan dijuluki sebagai Pedangnya Allah, serta beberapa
sahabat Nabi lainnya.”
“Termasuk juga kita dan teman-teman kan Mar?” Kata Yudi sambil senyum.
“Benar Mar, Alhamdulillah Allah telah menyelamatkan kita dari
kesemuan dunia.”
“Benar Mar. Coba deh lihat Mar, background kita dan
teman-teman Rohis seangkatan yang waktu SMP ikut Rohis siapa? Kebanyakan
background kita kurang baik, apalagi ketua Rohis kita yang katanya dia sebelum
masuk Rohis pernah merasakan yang namanya narkoba, dll deh Mar.”
“Maka itu kita harus bersyukur kepada Allah.”
“Eh Mar, kamu kan
sekarang punya binaan kelompok mentoring di kelas 1, nah itu bisa kamu gunakan
untuk berbuat banyak bagi kebaikan mereka, kamu bina tuh dengan baik biar nggak
binal, supaya nantinya bisa menjadi pemuda Islam yang aktif dan kreatif yang
siap menyumbang segala kemampuannya demi kebaikan diri dan orang lain serta
kebangkitan Islam, khususnya mengembalikan kejayaan dan keindahan Rohis SMA
Pelangi Ukhuwah. Bukankah setelah berada di kampus nanti mereka bisa menjadi
penggerak Rohis Kampus yang potensial?” Yudi pun memberikan semangat kepada
Amar. Yang terpenting bagaimana anak-anak Rohis mempunyai pemahaman yang baik
tentang Rohis yang bukan sekedar organisasi biasa, tapi sebuah sarana kebaikan
yang bisa membimbing aktivitas serta perilaku kita menuju jalan yang
diridhoi-Nya. Kalau Allah sudah ridho sama kita maka Allah akan memberikan yang
terbaik buat hidup kita. Bukankah kita dulu juga sering diberi pemahaman
tentang Rohis, iya kan?”
“Terima kasih ya Yud.
Semoga keindahan dan kejayaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah bisa kembali seperti
apa yang pernah kita rasakan bersama teman-teman kita di Rohis dahulu. Aku pun
suka nangis kalau mengingat tentang Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, kadang juga aku
ingin berteriak sekencang-kencangnya ‘kembalikan
Rohisku yang dulu…..’. Maka itu Yud, aku nggak mau air mata ini terus
tumpah melihat fenomena Rohis SMA Pelangi Ukhuwah.”
“Aku pun seperti itu
Mar.”
“Tapi Yud, bagaimanapun
juga aku bangga dengan mereka yang tetap mau aktif di rohis walaupun mereka
banyak mengalami godaan dan halangan. Itu modal terbesar buat Rohis kita.”
“Iya, zaman sekarang kan
godaannya banyak. Setiap zaman punya masanya sendiri-sendiri. Yang terpenting
sekarang bagaimana anak-anak yang tetap mau aktif di Rohis kita pelihara dan
terus diasah potensinya supaya pemahaman mereka tentang Rohis bisa berkembang
sehingga potensi dan kretivitas mereka bisa terarah dan sesuai dengan
nilai-nilai yang Islami. Betul gak?”
“Akur deh...”
Pembicaraan diantara
mereka terus berlanjut. Taka lama kemudian Amar pamit kepada Yudi untuk pulang.
Amar kemudian melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah Yudi. Amar terus
berjalan di bawah panas matahari yang cukup menyengat. Amar melewati SMA
Pelangi Ukhuwah, kemudian dia masuk untuk melihat keadaan di sana. Amar
melewati pintu gerbang SMA Pelangi Ukhuwah yang terbuka sedikit. Amar terus
berjalan menuju Masjid. Amar kemudian bersalaman kepada pengurus Rohis atau
kelas 3 yang ada di depan Masjid, tapi Amar tidak masuk ke dalam Masjid, dia
lebih memilih duduk di sebuah bangku yang terletak di luar Masjid. Sambil
duduk, Amar memperhatikan keadaan Rohis, didengarkannya pula percakapan yang
mereka lakukan. Amar kemudian berfikir dan merenung, keadaan yang baru saja
dilihat dan didengarnya semakin membulatkan tekadnya untuk turut andil demi terpeliharanya
kejayaan dan keindahan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah yang pernah dirasakan bersama
teman-teman Rohisnya. Iya, tekad Amar sudah bulat.
Rindu itu adalah
Anugrah
dari Allah
Insan
yang berhati nurani
Punyai
rasa rindu
………………………………..
Sayup-sayup
terdengar lantunan nasyid rindu HIJJAZ dari sekretariat
Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Hati Amar bergetar, air matanya kembali jatuh, Amar
benar-benar rindu dengan suasana keindahan dan penuh semangat saat berada di
Rohisnya dahulu. Sementara salah seorang pengurus Rohis memandangi wajah Amar,
kemudian memanggilnya, namun Amar tidak menghiraukannya, yang difikirkan Amar
hanyalah tentang Rohis dan kerinduannya akan Rohis yang pernah dirasakannya
dulu. Iya, Amar benar-benar rindu.
Ah,
Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, kau benar-benar memberikan pelangi dalam kehidupan
ini… Terima kasih Rohisku… semoga kau akan selalu ada di hati…
* *
* * *
arisrindu040782
Jakarta,
Akhir Juli 2004
Revisi
: Akhir Desember 2006