Assalamu'alaikum Sahabat Rohis...Selamat Datang di portal blog Rohis SMK Negeri 2 Depok, Terima Kasih telah berkunjung, Salam Ukhuwah.. ^_^

Sabtu, 04 Februari 2012

Secercah Keinginan

KRL ekonomi Jabotabek berhenti di sebuah stasiun, sebagian penumpang berhamburan keluar dari pintu-pintu KRL yang cukup lebar itu, termasuk Muhammad Amar Al-Fatih, ia pun ikut turun di stasiun tersebut. Amar melihat jam yang menempel di dinding, “Hmm…sudah jam setengah 8 malam.” Gumamnya lirih. Terlihat wajahnya yang letih, maklumlah, perjalanan dari stasiun UI yang memakan waktu sekitar 30 menit setelah sebelumnya dia menghadiri suatu acara di kampusnya, belum lagi keadan di dalam kereta yang cukup penuh dimana Amar harus berjuang agar dirinya bisa bertahan untuk berdesak-desakan dan didorong maupun mendorong penumpang lain. Amar terus berjalan, kemudian menyerahkan karcis kepada petugas karcis yang menjaga di pintu keluar. “Lebih enak naik bis atau jalan ya…?” sambil melangkahkan kakinya Amar berfikir sejenak, akhirnya Amar memutuskan untuk berjalan, karena posisi rumahnya yang tidak begitu jauh dari stasiun itu, kalau ditempuh dengan berjalan kaki kira-kira akan memakan waktu sekitar 15-20 menit.
Amar terus menyusuri jalan-jalan di malam hari. Sambil berjalan Amar melantunkan nasyid dengan lirih untuk menemani perjalanan malamnya, kadang dia melantunkan nasyid bernuansa semangat yang bisa membuatnya bersemangat, kadang juga dia melantunkan nasyid bernuansa sedih yang kalau sudah begitu biasanya Amar akan larut dalam kesedihan dan dia pun tak kuasa untuk membendung butir-butir bening yang keluar dari kedua bola matanya. Jalan terlihat agak macet, karena di pinggir-pinggir jalan itu sedang dilakukan perbaikan jalan. Amar menutup hidungnya dengan handuk kecil yang selalu dibawanya untuk mencegah polusi masuk ke dalam hidungnya yang berasal dari asap kendaraan bermotor, terkadang Amar juga mengedipkan matanya karena perih setelah terkena asap kendaraan bermotor tersebut, dan Amar harus berjuang untuk melewati jalan tersebut yang banyak asapnya dan suaranya yang cukup bising itu. Amar terus berjalan agar bisa cepat sampai di rumahnya.
Amar pun memasuki jalan kecil, kira-kira 5 menit lagi dia akan sampai di rumahnya. Amar terus berjalan, kemudian melewati SMA yang pernah dijadikannya sebagai tempat untuk menuntut ilmu, SMA yang bernama SMA Pelangi Ukhuwah. Seperti biasa, bila Amar melewati SMA-nya di malam hari pasti Amar mengarahkan matanya ke Masjid yang terlihat dari jalan, Masjid itu sering gelap dan sepi. Setiap melihat Masjid SMA-nya di malam hari, fikiran Amar melayang-layang, dia mengingat saat SMA dahulu, Amar melihat ada perbedaan di sana, di mana suasana Masjid SMA-nya di malam hari dahulu sering dijadikan tempat beraktivitas bersama teman-teman Rohis SMA-nya, mulai dari buka puasa Senin-Kamis bersama, belajar bersama, berdiskusi bersama, sampai menginap bersama sehingga suasana Masjid menjadi lebih hidup, namun kini?…bagi Amar semuanya terlihat berubah. Disaat Amar mengingat memorinya masa lalu, Amar hanya bisa tersenyum sendiri, dan terkadang tanpa disadarinya butir-butir bening keluar membasahi kedua pelupuk mata serta pipinya. Kadang untuk menguatkan memorinya itu Amar sambil melantunkan nasyid yang menjadi kenangan saat di Rohis SMA-nya dahulu.
Amar terus berjalan…dan terus berjalan sambil menyeka air matanya. Sebentar lagi Amar akan sampai di rumahnya, kemudian Amar akan sholat isya’, beristirahat sejenak lalu makan malam. Menjelang malam larut biasanya Amar menulis artikel, puisi, atau cerita yang ditemani oleh lantunan syair nasyid atau lantunan instrumental yang bisa menyentuh hatinya dan menambah inspirasi di dalam fikiran Amar yang akan membantu dan memudahkan Amar dalam menuangkan isi hatinya ke dalam tulisan. Setelah dirasa matanya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi, Amar kemudian tidur, istirahat sejenak yang kemudian esok harinya Amar akan menjalankan aktivitas kesehariannya kembali…”Ahh…hari-hari yang melelahkan, tapi ini harus dihadapi dengan cara tetap menjalankan dan menikmati hidup ini…” gumamnya menjelang merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Amar membaluti tubuhnya dengan selimut agar tubuhnya merasa hangat karena udara yang cukup dingin setelah tadi daerahnya diguyur oleh hujan.
*     *     *
Amar melangkahkan kakinya menuju sebuah tempat yang berjarak sekitar 300 meter dari posisi rumahnya. Sebuah tempat yang menyimpan begitu banyak memori, sebuah tempat yang di sanalah dia mendapatkan hidayah serta mengenal keagungan Islam, sebuah tempat yang berawal  dari sanalah kehidupannya begitu berubah. Amar terus berjalan di bawah terik matahari menuju tempat yang selama ini sangat jarang dikunjunginya semenjak dia menancapkan kakinya di kampus, bukan karena tidak mau dan tidak peduli, tapi karena aktivitas di kampus dan di lingkungan rumahnya yang membuat Amar tidak sempat untuk menengok dan mengunjungi tempat itu. Kini Amar begitu rindu dengan tempat itu. Amar teringat dengan memori-memori yang dibangunnya bersama-sama teman-teman Rohisnya dahulu. Amar tidak bisa melupakannya…Rohis SMA Pelangi Ukhuwah…yang memberikan kepadanya pelangi kehidupan.
Amar kini sudah berada di depan pintu gerbang SMA Pelangi Ukhuwah, jantungnya berdebar-debar, hampir saja dia mengurungkan niatnya untuk masuk ke SMA itu dan menuju ke Masjidnya karena dia kini tidak begitu kenal dengan adik-adiknya di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, hanya beberapa orang saja, lagi pula dia tidak tahu apa yang akan dilakukannya di sana? Tapi niat Amar untuk menuju ke sana sudah bulat, “Kalau tidak dimulai dari sekarang, bagaimana mau kenal dengan pengurus Rohis? dan juga bagaimana bisa tahu dengan kondisi Rohis di SMA Pelangi Ukhuwah sekarang?” begitulah apa yang difikirkannya kini. Dengan mantap, Amar terus melangkahkan kakinya menuju Masjid SMA Pelangi Ukhuwah. Suasana di dalam Masjid tidak ramai, hanya beberapa orang saja yang masih berada di sana. Amar lalu menyapa dan memberi salam kepada orang-orang yang berada di dalam Masjid itu, kemudian Amar ikut nimbrung dengan mereka agar bisa kenal dengan adik-adiknya di Rohis.
Suasana kini sepi, semuanya sudah pulang. Tinggallah Amar sendiri. Amar kemudian menatap ruangan Masjid itu. Ada haru dalam rindu, ada kenangan dalam ingatan. Fikirannya menerawang, Amar seolah melihat sekelumpulan siswa berseragam abu-abu dan putih yang berada di dalam maupun di luar Masjid, suasana begitu ramai, ada yang sedang berdiskusi, ada yang sedang membaca Al-Quran, ada yang sedang melakukan rapat-rapat kecil di dekat hijab, ada yang sedang membaca buku, ada yang sedang tidur-tiduran, dan ada juga yang sedang bercanda-canda ria. Di sana ada Amar yang masih menggunakan seragam SMA bersama teman-teman Rohisnya seperti Yudi, Rizki, Fauzi, Yasin, Kamaludin, Wawan, Hasan, Fikri, Ikhwan, dan sebagainya. Amar pun seolah melihat hijab bergoyang dan ada suara seorang wanita yang berada di balik hijab tersebut yang suara itu seperti suara Aisyah, wanita yang pernah menjadi partnernya di Bidang I kepengurusan Rohis angkatannya, kemudian suara wanita itu ditanggapi oleh salah seorang laki-laki yang Amar pun mengenali laki-laki tersebut, laki-laki itu adalah Fauzi, mereka pun membicarakan permasalahan di sub-bidang yang mereka tangani.
Amar kemudian tersadar dari lamunannya.
“Ah…ternyata itu tadi hanya bayangan saja…” ungkap Amar disertai dengan senyumnya yang mengembang kecil. Amar begitu rindu dengan teman-teman Rohis angkatannya, rasanya Amar ingin kembali ke masa itu, Amar masih ingin bercengkrama dengan teman-teman Rohisnya, karena dari situlah Amar mulai mengenal Islam secara luas, mulai mengenal akan arti persahabatan yang sesungguhnya, mulai mengenal ukhuwah Islamiyah, dan…mulai mengenal yang selama itu belum diketahuinya. Tapi Amar sadar bahwa dia tidak akan mungkin untuk kembali ke masa itu. Amar masih memandangi seluruh ruangan Masjid SMA Pelangi Ukhuwah, Amar masih begitu rindu, sepertinya Amar belum mau untuk meninggalkan ruangan Masjid itu, namun hari kian sore dan Amar pun masih harus melakukan aktivitas kesehariannya.
Setelah melaksanakan sholat Ashar. Amar meninggalkan ruangan Masjid SMA Pelangi Ukhuwah. Hembusan angin sepoi-sepoi yang menggerakkan dedaunan di sekitar Masjid itu membawa kesejukan. Amar melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Masjid, kemudian langkah kaki Amar terhenti, dia melihat tempat parkir yang terletak di dekat Masjid yang sebelumnya adalah sebuah taman dengan sebuah kolam ikan, sebuah taman yang sering dijadikan tempat oleh Amar untuk bertafakkur, merenung, maupun mencari inspirasi. Amar melanjutkan kembali langkah kakinya dengan ditemani oleh semilir angin yang membelai lembut tubuhnya. Rambut dan pakaiannya pun menari-nari dibelai hembusan angin itu. Amar merasakan kesejukan, sesejuk suasana hatinya saat itu.
*       *       *
            “Zal, kok sekarang yang ikut Rohis sedikit sih? tanya Amar kepada Rizal yang merupakan mantan pengurus Rohis dan kini telah duduk di kelas 3.
            “Ya, begitu lah Kak.” Jawab Rizal singkat.
            “Waktu zaman Kakak yang ikut Rohis hari sabtu banyak, kalau dikumpulin bisa sampai pakai 3-4 kelas. Ada kelas 1 sama kelas 2. Pengurus Rohis juga disuruh ikut dengerin materi sama alumni”
            “Zaman kakak sama zaman sekarang kan beda.”
            “Iya, tadi kakak lihat acara Rohis di kelas, yang datang cuma sedikit.”  Kata Amar menegaskan.
            “Kalau sekarang yang ikut ekskur Rohis cuma kelas 1, kelas 2 nggak ikut.” Kata Rizal
            “O… udah berubah ya, maklum udah lama gak ke sini, jadinya gak tahu. Ucap Amar
            “Memang keadaannya sekarang begini.”  Ungkap Rizal.
            “Kok bisa begitu sih Zal, tolong dong ceritain! Kakak udah lama nih gak tahu keadaan Rohis di sini”  kali ini Amar bertanya sambil meminta.
            “Begini Kak ceritanya.”  Rizal kemudian berfikir sejenak untuk bisa merangkai kata-katanya, sedangkan Amar terlihat serius untuk mendengarkan apa yang akan diceritakan Rizal mengenai keadaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah kini.
            “Hmm…begini Kak, soalnya pengurusnya juga begitu sih Bang.”
            “Begitu gimana maksud kamu Zal?”  tanya Amar bingung.
            “Ya, pengurusnya suka kabur-kaburan.”  Jawab Rizal.
            “Kabur-kaburan, maksudnya apa sih Zal, kok kakak jadi tambah bingung nih.”
            “Jangan bingung-bingung Kak.”
            “Kamu sih bikin kakak bingung, cerita yang jelas dong Zal, biar kakak ngerti!”
            “Maksud aku begini Kak, pengurus Rohis yang sering ke Masjid tuh cuma sedikit, dan orangnya itu-itu juga, sedangkan yang lain aku nggak tahu kemana rimbanya. Contohnya, tadi sebelum acara Rohis dimulai hanya ada beberapa pengurus yang ada di Masjid, itu juga  nggak selalu ada di Masjid, kadang-kadang mereka keluar. Waktu dulu sih masih banyak yang aktif, tapi lama-kelamaan cuma tinggal sedikit yang benar-benar aktif di Rohis”
            “Iya Zal, kakak tadi juga lihat itu.”  Potong Amar.
            “Lihat apa Kak?”  tanya Rizal.
            “Seperti yang kamu bilang tadi kalau yang ada di Masjid pengurusnya cuma sedikit, jumlahnya bisa dihitung sama jari tangan.”  Ujar Amar sambil menunjukkan jari tangannya.
            “Maka dari itu Kak, itulah masalahnya.”  Kata Rizal.
            “Terus Zal, nggak ada yang menjaga anggota Rohis, mereka seperti dibiarkan menunggu. Ada sebagian anggota Rohis yang akhirnya pulang karena melihat nggak ada pengurus di dalam Masjid. Alhamdulillah tadi ada Bang Yasin yang mengkoordinir anak-anak Rohis supaya bisa ikut dengerin materi”  Ujar Amar lagi.
            “Ya, begitulah Kak keadaannya sekarang. Maka dari itu, Kakak harus sering-sering ke sini biar tahu keadaan di Rohis!”  ungkap Rizal.
            “Eh Kak…”  kata Rizal lagi.
            “Kakak tau gak?”
            “Tau apaan Zal?” Sambut Amar
            “Gak sedikit lho Kak pengurus Rohis yang menjalin cinta”
            “Lho, cinta itu kan fitrah, jadi wajar dong kalau menjalin cinta, kan kita memang dianjurkan menjalin cinta sama siapa aja Zal.” Ungap Amar
            “Maksudnya bukan itu Kak, kalau itu sih aku tau”.
            “Maksudnya apa dong…”
            “Maksudnya pacaran Kak…”
            “Pacaran??? Kok bisa ya? Zaman Kakak dulu kalau ada pengurus Rohis yang pacaran langsung disidang sama Alumni Zal.”
            “Kayak pengadilan aja Kak.”
            “Ya iya lah, kan supaya virusnya gak menyebar, jadi harus cepat-cepat diburu.”
            “O… gitu ya Kak. O iya Kak.”
            “Apa Zal?”
            “Kak Amar mau lihat keadaan pengurus?”
            “Mau Zal, memangnya gimana Zal?”
            “Nggak gimana-gimana sih, biar Kakak tahu aja...”
            “Hmm…kakak sih sudah tahu sedikit informasi tentang keadaan pengurus, tapi  nggak ada salahnya kalau melihat langsung.”  Selama ini Amar memang sering mendapat informasi tentang keadaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah dari teman-teman alumni Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, khususnya dari teman seangkatannya yang masih sering ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah.
             “Keadaan anak-anak Rohis sekarang beda lho Kak sama cerita-cerita yang pernah aku denger dari kakak-kakak alumni tentang keadaan pengurus Rohis waktu dulu”
            “Beda apanya Zal?”
            “Kakak lihat sendiri aja deh, pasti ada bedanya!”
            “Kata kamu tadi zaman dulu sama zaman sekarang beda, iya kan?”
            “Iya sih… tapi kan…” Rizal pun urung meneruskan kata-katanya.
            “Sekarang pengurusnya pada kemana?”
            “Lagi rapat di kelas Kak, sebentar lagi juga selesai.”
            “Kalau begitu akan kakak tunggu.”
            “Terus Kak, kalu mau lebih jelas tentang keadaan pengurus Rohis lebih baik Kak Amar ngobrol-ngobrol deh sama pengurus, di situ kan Kak Amar bisa langsung tahu keadaan pengurus dan juga Rohis!”  Amar mengangguk menanggapi saran dari Rizal.

Setelah agak lama menunggu, akhirnya pengurus Rohis pun menyelesaikan rapatnya. Amar memperhatikan perilaku para pengurus Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, dia perhatikan gerak-gerik mereka. Amar kemudian berbincang-bincang dengan salah satu pengurus Rohis, digalinya informasi-informasi yang keluar dari mulut salah satu pengurus Rohis itu, dari mulai keadaan Rohis di sini, sampai masalah yang terjadi pada pengurus. Tak puas dengan informasi dari salah seoang pengurus SMA Pelangi Ukhueah, Amar kemudian mencari lagi informasi kepada pengurus Rohis yang lainnya. Amar sepertinya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, kesempatan ini digunakannya selain untuk memperoleh dan menggali informasi juga agar lebih dekat dengan pengurus Rohis SMA Pelangi Ukhuwah secara langsung. Amar terus menggali informasi hingga azan asar berkumandang dari microfon yang keluar dari Masjid SMA Pelangi Ukhuwah.
*       *       *

Sekitar pukul 14.40 WIB, Amar melangkahkan kakinya menuju sebuah taman yang terletak di samping danau UI. Setelah melakukan aktivitas kuliahnya dari pagi, Amar merasa perlu untuk menenangkan fikirannya serta merenggangkan otot-ototnya agar tidak kaku. Amar terus berjalan, kemudian dia menuju ke tempat duduk yang terbuat dari beton tepat di timur danau UI. Amar kemudian duduk sambil menaruh tas di sampingnya. Amar sering pergi ke tempat itu sekedar untuk beristirahat ataupun bertafakkur, kadang juga dia mencari inspirasi untuk bahan tulisannya. Suasana agak ramai, karena banyak mahasiswa yang berada di sekitar sana maupun yang ingin menuju Masjid UI yang letaknya berada di utara danau. Teriknya matahari seakan tak terasa karena terhalang oleh dedaunan yang rindang, yang dirasakan oleh Amar tak lain hanyalah rasa sejuk yang didapatinya dari angin yang berhembus dengan lembut, ditambah suara dedaunan yang saling bergesekan karena sentuhan angin yang lembut.

Amar kemudian termenung, dia kembali mengingat tentang keadaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah kini. Setelah sekian lama Amar ke SMA Pelangi Ukhuwah untuk melihat keadaan Rohis di sana selain membuat Amar bahagia karena bisa kembali melihat dan menjenguk Rohis yang selama ini ditinggalkannya, di satu sisi hati Amar sedih, Amar tidak menyangka kalau keadaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah begitu berbeda. Keadaan anggota Rohis yang mengikuti kajian hari Sabtu kini jumlahnya berkurang, belum lagi keadaan pengurus Rohis yang kurang menunjukkan sikap yang Islami. Pengaruh anak-anak Rohis berkurang, suasana ruhiyah serta ukhuwah yang dahulu begitu terasa kini sedikit demi sedikit mulai berkurang. Kalau dulu, setiap bertemu pasti berjabatan tangan sambil mengucapkan salam. Bahkan orang-orang yang duduk di depan Masjid juga diajak berjabat tangan dan diberi salam … Kalau kita berjabat tangan dengan saudara kita maka dosa-dosa kita dengan saudara kita akan hilang, kita pun bisa saling mengenal dengan orang lain yang sebelumnya tidak kita kenal… Begitulah yang pernah diajarkan oleh kakak-kakak kelas maupun kakak alumni Rohis dahulu, itu pula yang membuat anak-anak Rohis selalu berjabatan tangan sambil mengucapkan salam kalau bertemu. Amar merasa kehilangan dengan Rohisnya, bukan hanya Amar saja yang merasa kehilangan, bahkan alumni yang lain hingga guru-guru pun ikut merasakannya. Kini tidak banyak yang bisa dibanggakan dari Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, tidak seperti dahulu, di mana pihak sekolah pernah membanggakan Rohis karena kualitasnya. Tapi bagaimanapun juga Amar merasa bangga dengan anak-anak Rohis yang tetap mau aktif di Rohis walaupun banyak godaan dan halangan yang mereka alami.

Amar mamandangi air yang bergerak-gerak di danau itu, air yang terlihat agak keruh dan penuh, kemudian dia teringat akan masa-masa indah di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah dahulu, dimana pada awalnya dia tidak mempunyai niat untuk masuk Rohis, namun atas desakan teman sebangkunyalah akhirnya Amar masuk Rohis. Amar selalu mengikuti kegiatan-kegiatan di Rohis, suasananya yang ramai, ceria, indah, serius namun terlihat santai dan tidak monoton, ada persaudaraan yang begitu kuat, sikap dari kakak-kakak kelas maupun alumni Rohis yang baik, bimbingan dan perhatian dari kakak-kakak kelas, alumni, bahkan guru pembina yang tak kenal lelah memperhatikan anggota Rohis, Amar begitu sangat senang berada di Rohis. Amar pun tak menyangka kalau berawal dari situlah Hidayah Allah menyentuh hatinya. Pola pandang serta perilaku Amar berubah menjadi lebih baik setelah bersentuhan dengan Hidayah Allah. 

Amar pun teringat bagaimana dahulu dia bersama teman-teman di Rohis sering diajak menginap untuk mengikuti kajian dan sholat malam di Masjid-masjid pada malam minggu oleh kakak kelas maupun alumni. Lalu acara konser nasyid yang sering diadakan di Kampus UI, yang dengan itu Amar dan teman-temannya mulai mengenal dan menyukai nasyid, Amar dan teman-temannya pun akhirnya membuat grup nasyid Rohis dan sering tampil kalau ada acara-acara Rohis, seperti Pengajian Bulanan atau acara Rohis lainnya, bahkan sesekali dipanggil untuk tampil dalam acara-acara Hari Besar Islam oleh Remaja-remaja Masjid di sekitar SMA Pelangi Ukhuwah .  Belum lagi acara rihlah dan dauroh ke daerah pegunungan, di sana Amar dan teman-teman Rohisnya yang dipandu oleh kakak-kakak alumni melakukan tea walk, menyusuri jalan-jalan di tengah tumbuhan teh menuju ke puncak, dan sesampainya di puncak bisa melihat indahnya ciptaan Allah SWT, Amar bersama teman-teman Rohisnya bisa mengetahui begitu indah dan besarnya ciptaan Allah, sarana itu dijadikan untuk bisa bertafakkur maupun muhasabah, apalagi kalau berada di puncak gunung dan melihat pemandangan sekitar, kakak-kakak alumni Rohis di sana memberikan nasihat tentang keagungan ciptaan Allah dan betapa kecilnya manusia di hadapan Allah, terkadang Amar dan teman-teman Rohisnya merasakan kekerdilan di sana, sifat sombong dan angkuh seketika hilang, tidak sedikit yang hatinya bergetar saat mendengarkan nasihat dari kakak-kakak alumni sambil melihat pemandangan di sekitar, bahkan tidak sedikit pula yang mencucurkan air matanya. Selain itu, Amar dan teman-temannya pun tahu kalau acara rihlah dan tea walk ini bisa meningkatkan semangat. Amar pun masih ingat kalau tidak sedikit teman-temannya bahkan Amar sendiri dahulu memiliki semangat yang kurang, bahkan ada yang sedikit manja, namun setelah sering diadakannya menginap ke Masjid-masjid, rihlah, dauroh maupun tea walk akhirnya sedikit demi sedikit sifat negatif tersebut berkurang, sikap kekanak-kanakan dan manja pun sedikit demi sedikit tergantikan oleh sikap yang dewasa. Penempaan yang dialami oleh Amar dan teman-teman Rohisnya memberikan hikmah bagi perkembangan emosi serta spiritual…”Ah, andaikan acara itu bisa sering diadakan lagi di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah…”  gumam Amar dalam hati.

Masih banyak lagi yang Amar fikirkan. Fikiran Amar terus menerawang, mengingat waktu dia menjadi pengurus Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Amar benar-benar tidak menyangka sebelumnya kalau akhirnya dia menjadi salah satu pengurus di sana karena awal Amar masuk ke Rohis hanya memenuhi ajakan teman sebangkunya dan tidak pernah terfikirkan untuk menjadi pengurus Rohis, beberapa alumni mengatakan kalau menjadi pengurus Rohis itu salah satu perbuatan mulia, karena dari sarana itulah kita bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkan ketenangan jiwa maupun uluran tangan dari sesama, dan yang paling penting kita bisa memiliki hati dan pikiran yang tenang dengan mendapat bimbingan dari Allah. Apa yang dikatakan oleh beberapa alumni itu membuat semangat Amar dan teman-temannya. Teringat pula saat-saat bersama merumuskan sebuah kegiatan Rohis, dimana dibentuk suatu kepanitiaan. Kepanitiaan yang cukup menyita waktu, tenaga, maupun harta, namun itu dilakukan dengan senang walaupun melelahkan, itu semua karena bimbingan dari alumni maupun semangat dan rasa ukhuwah serta merasa memiliki tanggung jawab di Rohis. Kata-kata yang dikeluarkan menjadi doa-doa harian. Saling nasihat-menasihati, saling membantu, dan saling curhat antar sesama pengurus sudah menjadi pemandangan yang biasa. Segala cobaan yang pernah dialami tidak membuat persaudaraan menjadi terputus, serta semangat yang kendur, bahkan semakin kuat. Ada banyak episode yang mewarnai… Canda dan tawa, keseriusan, suka dan duka, keceriaan, bahkan tangisan selalu hadir silih berganti menghiasi hari-hari di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Acara menginap bersama yang dilakukan hampir setiap malam minggu di Masjid SMA Pelangi Ukhuwah, di sana Amar dan teman-temannya bisa lebih saling mengenal satu sama lainnya, kemudian pada pagi harinya melakukan olahraga seperti bermain bulu tangkis maupun sepak bola. Amar dan teman-temannya merasa bahwa Rohis SMA Pelangi Ukhuwah adalah rumah kedua dan keluarga kedua, setiap ingin masuk sekolah biasanya Amar dan teman-teman Rohisnya berkumpul di Masjid SMA Pelangi Ukhuwah, saat istirahat pun suasana Masjid dipenuhi oleh aktivitas siswa yang melaksanakan sholat Dhuha, tilawah, maupun yang hanya sekedar mengobrol-ngobrol, saat pulang pun Amar dan teman-teman Rohisnya tak mau meninggalkan Masjid sekolah, mereka melaksanakan sholat zuhur bersama, kemudian melakukan aktivitas lainnya di Masjid itu, terkadang hingga asar, Amar dan teman-teman Rohisnya sering melantunkan nasyid bersama untuk meningkatkan semangat atau sekedar berhibur. Rasanya ingin selalu bersama di Rohis, tidak ingin berpisah, bahkan ada salah seorang pengurus yang berkata, ”Kita nggak usah pulang yuk, nginap di sini aja…” . Persahabatan dan persaudaraan yang dibangun dengan ketakwaan kepada Allah akan membawa manfaat kebaikan di dunia dan di akhirat, dan kita akan masuk ke dalam 1 dari 7 golongan yang mendapat lindungan Allah kelak di hari kiamat. Begitulah nasihat dari kakak-kakak alumni yang selalu diingat oleh Amar dan teman-teman di Rohisnya. Kalau ada hari libur, selain senang juga ada rasa sedih, karena kalau hari libur maka tidak bisa bertemu dengan teman-teman di Rohis, apalagi kalau liburnya lama, maka dari itu ada gagasan untuk mengadakan rihlah atau pun dauroh agar tetap bisa bertemu. Di sana Amar benar-benar merasakan suasana yang hidup di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, sebelumnya Amar belum pernah merasakan kebahagiaan seperti apa yang dirasakannya saat di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Amar terus mengingat masa-masa saat dia menjadi pengurus. Amar kemudian mengingat ketika dia selain jadi pengurus Rohis juga menjadi pengurus OSIS, masih ingat di fikirannya waktu itu ada seorang alumni yang melarang keras untuk menjadi pengurus OSIS dengan alasan kalau nanti Amar menjadi pengurus OSIS akan meninggalkan Rohis dan terpengaruh dengan perilaku pengurus OSIS lainnya, namun Amar tetap berpegang teguh selain menjadi pengurus Rohis juga ingin menjadi pengurus OSIS. Hari-hari di OSIS pun dilaluinya, di kepengurusan OSIS selain Amar juga ada teman-teman Rohisnya, seperti  Handi, Supri, Syahril, dan Rina, walaupun hanya sedikit pengurus Rohis yang menjadi pengurus OSIS dan tidak memegang jabatan penting seperti Ketua dan Sekjen tapi suara-suara anak Rohis tidak hilang, Amar dan teman-teman Rohisnya yang menjadi pengurus OSIS bersyukur karena bisa ikut berperan dan mewarnai di OSIS. Amar ingat bagaimana kegiatan-kegiatan OSIS  tidak ada yang bersifat hura-hura, pada waktu acara LDK OSIS tidak ada acara yang menakutkan bagi calon pengurus OSIS, acara dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada kesan yang negatif, bahkan di acara LDK OSIS diadakan muhasabah dengan iringan nasyid…”Alhamdulillah Ya Allah atas bantuan-Mu…” batin Amar berkata. Amar benar-benar senang karena juga bisa menjalin silaturrahim dan persahabatan dengan pengurus OSIS lainnya yang bukan pengurus Rohis. 

Fikiran Amar pun beralih saat dia dan teman-teman Rohisnya ingin meninggalkan SMA Pelangi Ukhuwah karena sebentar lagi akan lulus, suasana sedih terlihat, bahkan diadakan sebuah acara yang isinya mengungkapkan segala rasa dan isi hati sebelum meninggalkan SMA Pelangi Ukhuwah, saling memaafkan atas segala kesalahan yang diperbuat selama bersama-sama di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Bahkan setelah lulus pun hubungan dengan teman-teman Rohisnya tidak putus begitu saja, Amar dan teman-teman Rohisnya masih sering mengadakan acara silaturrahim maupun rihlah. Amar benar-benar bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya selama menjadi pengurus Rohis maupun OSIS.

Setelah lulus, Amar tidak tahu mengenai perkembangan dan keadaan di Rohis maupun OSIS SMA Pelangi Ukhuwah, khususnya di Rohis yang telah menghantarkan Hidayah Ilahi ke hatinya, yang diketahuinya hanya sekedar cerita dari alumni maupun teman seangkatannya yang sering mengunjungi Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Amar benar-benar tidak tahu pasti mengenai keadaan di rohis SMA Pelangi Ukhuwah, karena dia pun sangat jarang sekali ke sana, sesekali dia ke sana itu pun saat acara Ramadhan, selain itu Amar jarang sekali mendaratkan kakinya ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah.
“Allahu Akabar Allahu Akbar…”

Azan asar berkumandang dari Masjid Ukhuwah Islamiyah (UI). Amar kemudian tersadar dari lamunannya. Hembusan angin masih membelai lembut, air di danau pun masih beriak-riak, seolah masih ingin memberikan ketenangan dan kedamaian di sekitar. Matahari perlahan-lahan mulai mengurangi pancaran sinar panasnya, suasana sekitar masih agak ramai, banyak mahasiswa yang berjalan menuju Masjid untuk menunaikan sholat asar. Amar kemudian mengambil tasnya lalu berdiri dan melangkahkan kakinya menuju Masjid Ulhuwah Islamiyah yang terletak di sebelah utara danau UI, tepat di tepi danau. Amar kemudian masuk ke ruang tempat wudhu Laki-laki yang posisinya berada di sebelah kanan beberapa meter dari pintu gerbang, dibasuhnya tubuh Amar dengan air wudhu yang segar, setelah itu Amar menuju Masjid yang terasa sejuk, luas, nyaman dan damai. Gerakan panuh makna yang syahdu menghiasi Masjid itu, semuanya menuju ke satu tempat…arah kiblat.
*     *     *

Amar berdiri di teras atas rumahnya. Dia memandangi langit malam yang begitu cerahnya. Awan-awan terlihat enggan untuk menampakkan diri, yang ada hanya sedikit. Begitu juga sang rembulan yang tersipu malu. Di langit begitu banyak bintang yang bertaburan menghiasi langit malam. Ada banyak gugusan bintang di sana, seperti rasi pari, rasi waluku, rasi scorpio, rasi biduk, maupun rasi bintang lainnya, semua bagaikan lampu bagi langit malam yang gelap. Angin malam pun berhembus dengan pelan, suasana tenang, tidak ada suasana yang terdengar berisik karena hari menjalang tengah malam.

Amar terus memandangi bintang-bintang di langit, cahayanya yang berbeda-beda terangnya, ada yang terlihat sangat terang, ada juga yang terlihat redup maupun biasa saja. Ukurannya pun berbeda-beda, ada yang terlihat agak besar, ada pula yang terlihat agak kecil, semuanya memberikan hiasan tersendiri bagi keindahan langit malam. Hati Amar terasa tenang. Lama sekali Amar memandangi bintang-bintang. Kemudian seolah-olah Amar melihat senyuman manis wajah-wajah teman-teman Rohisnya dulu diantara sinaran bebintang. Senyuman itu akhirnya berganti dengan kesedihan yang seolah mengisyaratkan mengajak Amar untuk kembali bersama mempertahankan suasana keindahan di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah yang saat ini terasa berkurang. Bibir Amar mengembang kecil, kemudian hati Amar pun bergetar dan sedih, dia tak kuasa pula membendung air matanya yang ingin keluar, dia ingin melakukan dan menyambut ajakan itu. Hati Amar memang sudah mantap untuk kembali berbuat banyak demi keindahan suasana di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah agar keindahannya bisa dirasakan juga oleh seluruh siswa SMA Pelangi Ukhuwah yang bukan anak Rohis.

Ingatan Amar pun kembali menuju ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Amar ingat saat berbincang-bincang dengan teman seangkatannya di Rohis yang bernama Rizki, saat itu Amar dan Rizki duduk di pagar berwarna hijau setinggi 50 cm yang melingkari taman di sebelah rumah Rizki. Di sana Amar dan Rizki membicarakan keadaan Rohis, mereka pun sepakat kalau keadaan di Rohis kini tidak bisa dibebankan begitu saja kepada pengurus Rohis, karena alumni juga ikut ambil bagian atas keadaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah kini dengan hanya sedikitnya alumni yang sering hadir memberikan bimbingan dan arahan kepada Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, apalagi membinanya dalam mentoring. Amar pun merasa bersalah karena dia selama ini meninggalkan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah yang telah membesarkannya.

Amar dan Rizki sepakat permasalahan di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah ini adalah masalah pembinaan, dimana proses pembinaan kurang berjalan lancar. Amar dan Rizki kemudian sepakat untuk terus membina anak Rohis yang ditanganinya dengan menggiatkan kelompok mentoring, juga mengajak teman-temannya di alumni yang mempunyai kelompok mentoring di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, kemudian membuat acara-acara bersama yang bisa membangkitkan semangat serta ukhuwah diantara anggota Rohis khususnya pengurus Rohis, seperti menginap bersama, rihlah ke gunung atau ke tempat lain, acara-acara daurah, atau acara lainnya. 

Amar pun teringat bagaimana suasana di Masjid  sekolah kini berubah, kehidupan di Masjid tidak seramai dan seindah dulu, seringkali Amar pergi ke Masjid SMA Pelangi Ukhuwah keadaan di sana terlihat agak sepi, bahkan pernah dia ke sana tapi di sana kosong, suasana sedikitnya aktivitas di Masjid sekarang seolah sudah menjadi pemandangan sehari-hari, hanya sedikit siswa SMA Pelangi Ukhuwah yang menuju ke Masjid SMA, padahal dahulu Amar ingat kalau suasana di Masjid sekolah begitu ramai. Kalau datang istirahat, banyak siswa-siswa yang Rohis maupun yang bukan anak Rohis berbondong-bondong ke Masjid untuk melaksanakan sholat dhuha, bahkan karena banyaknya yang ingin melaksanakan sholat dhuha sampai-sampai tidak ada lagi ruangan untuk melaksanakan sholat dhuha dan harus menunggu yang di dalam selesai untuk bergantian. Begitu pun saat sholat zuhur. Aktivitas di Masjid pun masih ada walaupun jam sekolah sudah usai, biasanya banyak yang ingin istirahat sejenak, ada yang sedang membaca Al-Quran, ada yang sedang melaksanakan rapat, ada juga yang sedang berdiskusi ataupun sekedar mengobrol. Amar benar-benar merasakan Masjid sekolah pada waktu itu benar-benar hidup.

Amar kemudian tersenyum, dia teringat pula bagaimana cukup banyak siswa yang mengenakan jilbab, pernah alumni mengatakan bahwa masyarakat sekitar menyebut kalau SMA Pelangi Ukhuwah adalah sebuah Pesantern karena banyaknya kegiatan keagamaan maupun banyaknya siswi yang mengenakan jilbab.

Amar kemudian menghilangkan lamunannya, matanya sudah tidak bisa diajak untuk kompromi lagi. Amar kemudian masuk ke dalam menuju kamarnya untuk melepas lelah di atas tempat tidurnya yang cukup empuk. Amar kemudian mematikan lampu kamarnya lalu menutup kedua bola matanya.  
*       *       *
            “Yud, aku merasa sepertinya keadaan di Rohis SMA Pelangi Ukhuwah begitu berbeda, banyak berubah.”  Ungkap Amar mengawali pembicaraan.
              “Hmm…seperti apa yang aku rasakan.”  Balas Yudi.
              “Merasakan apa maksud kamu Yud?”  tanya Amar.
              “Ya merasakan apa yang kamu katakan tadi…”  jawab Yudi.
               “Ooo…”
              “Eh Yud…”
              “Hmm…”
             “Kamu kan tahu kalau aku sudah lama nggak ke SMA Pelangi Ukhuwah semenjak aku tancapkan kaki di kampus, dan waktu aku ke SMA Pelangi Ukhuwah untuk melihat keadaan di sana rasanya ada banyak sesuatu yang hilang dari Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, banyak yang berubah, tidak seperti dulu lagi. Ya, mungkin karena zaman sudah berubah kali ya. Maka dari itu, waktu Bang Arman menawarkan aku untuk kembali ke SMA Pelangi Ukhuwah, tawaran itu aku sambut dan aku terima, lagi pula aku ingin back to basic alias kembali lagi ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, aku ingin bisa berbuat banyak untuk Rohis kita tercinta.
              “Aku juga begitu Mar. Bukannya niat kita untuk kembali ke Rohis SMA Pelangi Ukhuwah agar kita bisa berbuat yang terbaik untuk Rohis kita tercinta?”
             Amar kemudian menganggukkan kepalanya, kemudian berkata,
             “Menurut Aku nih Yud, permasalahan yang menyebabkan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah menjadi begini adalah masalah pembinaan.” 
             “Iya Aku setuju, Aku juga lihat itu, padahal sebenarnya anak-anak Rohis itu punya potensi, coba kalau dibina dengan baik, pasti akan lebih baik lagi.”  Yudi pun setuju dengan pendapat Amar.
             “Yud…”
             “Hmm…”
             “Kalau lihat orang yang punya potensi Aku suka berfikir dan membayangkan kalau dia dibina dengan baik lalu dapat hidayah dan kemudian jadi orang yang sholeh pasti potensi yang ada pada dirinya bisa digunakan untuk kemaslahatan ummat…”  ungkap Amar.
              “Benar Mar, Aku setuju dan Aku pun pernah berfikir seperti kamu.”  Yudi pun kembali memberikan tanggapannya.
             “Coba Yud kita lihat beberapa sahabat Rosulullah. Kita ambil contoh Umar bin Khotthob, dia punya begitu banyak potensi, waktu dia masih jahiliyah dan belum mendapat hidayah, potensi yang dimilikinya digunakan untuk melawan Islam, tetapi setelah mendapat hidayah dan dididik secara benar akhirnya potensi itu digunakan untuk kemaslahatan ummat dan Islam. Belum lagi sahabat seperti Mush’ab bin Umair sang duta Islam pertama yang mempunyai fikiran brilian. Bilal bin Rabah sang muazin yang suaranya membuat hati tersentuh saat dia mengumandangkan azan. Kholid bin Walid yang dulunya pemimpin kaum kafir dalam perang Uhud kemudian masuk Islam dan menjadi panglima perang kaum muslimin dan dijuluki sebagai Pedangnya Allah, serta beberapa sahabat Nabi lainnya.”
            “Termasuk juga kita dan teman-teman kan Mar?”  Kata Yudi sambil senyum.
            “Benar Mar, Alhamdulillah Allah telah menyelamatkan kita dari kesemuan dunia.”
            “Benar Mar. Coba deh lihat Mar, background kita dan teman-teman Rohis seangkatan yang waktu SMP ikut Rohis siapa? Kebanyakan background kita kurang baik, apalagi ketua Rohis kita yang katanya dia sebelum masuk Rohis pernah merasakan yang namanya narkoba, dll deh Mar.” 
            “Maka itu kita harus bersyukur kepada Allah.”
             “Eh Mar, kamu kan sekarang punya binaan kelompok mentoring di kelas 1, nah itu bisa kamu gunakan untuk berbuat banyak bagi kebaikan mereka, kamu bina tuh dengan baik biar nggak binal, supaya nantinya bisa menjadi pemuda Islam yang aktif dan kreatif yang siap menyumbang segala kemampuannya demi kebaikan diri dan orang lain serta kebangkitan Islam, khususnya mengembalikan kejayaan dan keindahan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Bukankah setelah berada di kampus nanti mereka bisa menjadi penggerak Rohis Kampus yang potensial?” Yudi pun memberikan semangat kepada Amar. Yang terpenting bagaimana anak-anak Rohis mempunyai pemahaman yang baik tentang Rohis yang bukan sekedar organisasi biasa, tapi sebuah sarana kebaikan yang bisa membimbing aktivitas serta perilaku kita menuju jalan yang diridhoi-Nya. Kalau Allah sudah ridho sama kita maka Allah akan memberikan yang terbaik buat hidup kita. Bukankah kita dulu juga sering diberi pemahaman tentang Rohis, iya kan?”
             “Terima kasih ya Yud. Semoga keindahan dan kejayaan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah bisa kembali seperti apa yang pernah kita rasakan bersama teman-teman kita di Rohis dahulu. Aku pun suka nangis kalau mengingat tentang Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, kadang juga aku ingin berteriak sekencang-kencangnya ‘kembalikan Rohisku yang dulu…..’. Maka itu Yud, aku nggak mau air mata ini terus tumpah melihat fenomena Rohis SMA Pelangi Ukhuwah.”
             “Aku pun seperti itu Mar.”
            “Tapi Yud, bagaimanapun juga aku bangga dengan mereka yang tetap mau aktif di rohis walaupun mereka banyak mengalami godaan dan halangan. Itu modal terbesar buat Rohis kita.”
            “Iya, zaman sekarang kan godaannya banyak. Setiap zaman punya masanya sendiri-sendiri. Yang terpenting sekarang bagaimana anak-anak yang tetap mau aktif di Rohis kita pelihara dan terus diasah potensinya supaya pemahaman mereka tentang Rohis bisa berkembang sehingga potensi dan kretivitas mereka bisa terarah dan sesuai dengan nilai-nilai yang Islami. Betul gak?”
            “Akur deh...”

Pembicaraan diantara mereka terus berlanjut. Taka lama kemudian Amar pamit kepada Yudi untuk pulang. Amar kemudian melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah Yudi. Amar terus berjalan di bawah panas matahari yang cukup menyengat. Amar melewati SMA Pelangi Ukhuwah, kemudian dia masuk untuk melihat keadaan di sana. Amar melewati pintu gerbang SMA Pelangi Ukhuwah yang terbuka sedikit. Amar terus berjalan menuju Masjid. Amar kemudian bersalaman kepada pengurus Rohis atau kelas 3 yang ada di depan Masjid, tapi Amar tidak masuk ke dalam Masjid, dia lebih memilih duduk di sebuah bangku yang terletak di luar Masjid. Sambil duduk, Amar memperhatikan keadaan Rohis, didengarkannya pula percakapan yang mereka lakukan. Amar kemudian berfikir dan merenung, keadaan yang baru saja dilihat dan didengarnya semakin membulatkan tekadnya untuk turut andil demi terpeliharanya kejayaan dan keindahan Rohis SMA Pelangi Ukhuwah yang pernah dirasakan bersama teman-teman Rohisnya. Iya, tekad Amar sudah bulat.    
            Rindu itu adalah
            Anugrah dari Allah
            Insan yang berhati nurani
            Punyai rasa rindu
            ………………………………..
Sayup-sayup terdengar lantunan nasyid rindu HIJJAZ dari sekretariat Rohis SMA Pelangi Ukhuwah. Hati Amar bergetar, air matanya kembali jatuh, Amar benar-benar rindu dengan suasana keindahan dan penuh semangat saat berada di Rohisnya dahulu. Sementara salah seorang pengurus Rohis memandangi wajah Amar, kemudian memanggilnya, namun Amar tidak menghiraukannya, yang difikirkan Amar hanyalah tentang Rohis dan kerinduannya akan Rohis yang pernah dirasakannya dulu. Iya, Amar benar-benar rindu.

Ah, Rohis SMA Pelangi Ukhuwah, kau benar-benar memberikan pelangi dalam kehidupan ini… Terima kasih Rohisku… semoga kau akan selalu ada di hati…
*          *          *          *          *
                                    arisrindu040782
Jakarta, Akhir Juli 2004
Revisi : Akhir Desember 2006

0 komentar:

Posting Komentar